Perumpamaan mukminin dalam hal kasih sayang adalah seperti satu tubuh. Jika satu bagian tubuh cedera, maka seluruh tubuh merasakan dampaknya. (HR. Muslim, aw kama qool)
Islam telah mensaudarakan kita. Tidak ada bangsa yang lebih tinggi dibanding bangsa lainnya kecuali bila diukur dengan ketaqwaannya. Ketika bangsa-bangsa masuk ke dalam Islam, terhapuskanlah batas-batas semu teritorial geografis, warna kulit, ras, dan bahasa.
Sayangnya konsep negara bangsa (nation state) sisa-sisa imperialisme Eropa justru diterapkan pasca hengkangnya kolonial dari negeri jajahan. Umat Islam malah mengimpor konsep kesatuan dari Eropa yang bernama nasionalisme.
Akhirnya umat yang besar ini terkerat ke dalam puluhan negara yang lemah. Yang bahkan masing-masing negara tidak mampu mewujudkan ketahanan untuk negaranya, apalagi melindungi negara muslim lainnya.
Maka orang Indonesia bangga dengan nasionalismenya. Orang Arab pun bangga dengan nasionalismenya. Orang Afrika bangga dengan nasionalismenya.
Lebih dari itu, permasalahan di negeri muslim lain, tidak dianggap sebagai masalah yang harus diselesaikan bersama. Ketika penduduk Aleppo mengerang, Rohingya mengaduh, Gaza merintih, tak ada pasukan, tank, pesawat tempur, dari negeri-negeri muslim yang dirasa perlu untuk diberangkatkan.
Karena itu sudah semestinya umat muslim di dunia ini bersatu di bawah ikatan ukhuwah Islam, di bawah satu kepemimpinan seorang Imam, yang akan melindungi setiap tetes darah umat, yang akan menjaga setiap jengkal tanah muslimin dari rongrongan negara kafir durjana.
Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya Imam/Khalifah itu laksana perisai, orang-orang akan berperang mengikutinya dan berlindung di belakangnya” (HR. Bukhari)
Saudaramu, @ridwantaufikk