Aku tak perlu menjelaskan dengan kata-kata yang puitis.
Karena kali ini, aku lebih memilih dengan bahasa yang santai agar mudah kau pahami.
Aku berhenti.
Begitulah kiranya.
Kata pembuka kali ini cukup sederhana.
Dan tak perlu sajak yang indah.
Kamu tahu mengapa?
Karena aku lelah.
Paradigma mu tak sejalan denganku.
Pandangan mu terhadap dunia.
Begitu berbeda.
Maaf jika penilaianku ini membuat dirimu sedikit tersinggung.
Aku tak egois.
Aku tak sebaik dirimu pula.
Namun aku memiliki cara tersendiri untuk menghadapimu.
Kita memiliki kesamaan.
Yaitu rasa cinta.
Tak akan lepas dari hidup di dunia ini.
Dan lagi, cara kita memahami tentang cinta justru sangat berbeda.
Aku bisa menangkap dari tata bahasamu menuliskan tentang cinta.
Menurutmu cinta itu saling memiliki.
Lalu, menurutku cinta itu saling menjaga ataukah mengikhlaskan.
Apalagi kamu sama seperti mereka pada umumnya.
Tak ada yang istimewa.
Aku menyebutmu, lelaki biasa.
Apa yang kamu miliki?
Modal tampangmu itu?
Gombalanmu itu?
Senyumanmu itu?
Ah, sudahlah.
Justru itu yang membuatku beropini sekeras ini.
Apa aku jahat?
Tenang, aku juga wanita biasa.
Sangat biasa.
Cerewet, tak bisa diam.
Kekanak-kanakan.
Ceroboh.
Tak ada yang bisa diandalkan.
Kamu juga boleh menilai dengan sesuka hatimu.
Namun apakah aku pernah tinggal diam saat dirimu berbuat kesalahan?
Tidak, justru aku prihatin dan itu hanya bentuk kepedulian dari wanita biasa.
Lewat do’a di waktu mustajab.
Dengan harapan kamu berubah.
Menyadari kekuasaanNya.
Hatimu tak begitu buta.
Maaf, wanita biasa ini seolah-olah ingin melindungimu.
Ini itikadku sebagai manusia yang memiliki hati.
Aku juga ingin melihat mu menjadi lebih baik.
Walau aku tak tahu harus memulai dari mana.
Tak usah bawa perasaan.
Aku hanya menjalankan tugasku sebagai manusia yang sesungguhnya.
Meskipun aku pernah memiliki hati terhadapmu.
Namun kali ini ceritanya berbeda.
Kamu harus bisa menaikkan levelmu.
Dari lelaki biasa menjadi lelaki high quality.
Jika kamu bisa melakukannya.
Bukan hanya aku yang bahagia.
Namun semua orang disekitar mulai menyukaimu dengan sudut pandang berbeda.
Tapi tidak menutup kemungkinan akan ada yang mulai menjauh karena perubahanmu.
Tentang akhir dari tugasku.
Lebih baik aku tak usah membahasnya.
Karena mungkin saat itu aku benar-benar berhenti.
Bahkan menghilang.
Kepedulianku ikut pudar.
Terserah kamu dekat dengan siapa?
Suka dengan siapa?
Maunya dengan siapa?
Cukup do’a dari kejauhan ini yang bertindak dan Allah yang memutuskan.
Dengan siapakah hatimu berlabuh atas izinNya.
Aku percaya, lelaki yang baik untuk perempuan yang baik dan begitu pula jika sebaliknya.
Dan aku menjalankan cinta dengan prinsipku.
Yaitu menjaga atau mengikhlaskan.
Karena aku tak rela jika menyebutmu sebagai lelaki biasa.
Maka aku menjagamu dengan harapan melalui do’a.
Lalu mengikhlaskanmu disaat harapan itu telah sampai.