Seandainya kau dapat merasakan.
Tentang hati serta pikiran.
Yang kadang membuatku tersenyum atau mengeluarkan air mata.
Bertahan atau menyerah.
Kadang merasa ingin.
Kadang juga merasa enggan.
Entah sampai kapan aku seperti ini?
Dan yang paling menyakitkan adalah.
Aku sendiri tak membiarkan dirimu untuk mengetahuinya.
Aku sudah begitu akrab.
Dengan beberapa harapan yang selalu terlintas dibenakku.
Akankah datang sebuah keajaiban?
Tanpa aku memberitahu bahwa aku ada untukmu.
Sejak lama.
Sebelum aku lebih menjaga diri.
Memperbaiki diri.
Walau semua ini bukan karenamu.
Setidaknya, kau merasa beruntung.
Bahwa ada seorang wanita yang ingin melihatmu baik-baik saja.
Aku tahu.
Semuanya menjadi serba ketidakmungkinan.
Ketika aku ingin melebarkan senyumku.
Justru semua lenyap karena “jarak” telah merampasnya.
Ku ingin pergi.
Mengubur segala yang ada pada dirimu.
Apa aku harus berjalan hingga berlari?
Tergantung, bagaimana dengan tekadku untuk melupakanmu.
Seandainya.
Iya, seandainya.
Mungkin aku dapat mengeluarkan air mata tetapi bercampur dengan kebahagiaan.
Namun, ketika aku sudah terlalu lama melalui segalanya bersama waktu.
Aku hanya bisa memohon pada sang Ilahi.
Agar tak membiarkan diriku terlalu lama berandai-andai.
Ku anggap ini kesalahanku.
Kesalahanku karena menganggapmu kau adalah milikku.
Kau adalah takdirku.
Dan kau adalah harapanku.
Sampai aku merasa bahwa rasa kagum ini telah menyatakan yang sebenarnya.
Aku mencintaimu.
Tetapi itu tak ada untuk diriku.
Tak lama kemudian, aku harus bersabar.
Lalu memutuskan untuk meninggalkan rasa.
By @amaliahrh