Dear Kamu,
Taukah kamu? Mengingatmu terkadang membuatku berada di ujung kegilaan. Ada rasa yang berbeda tatkala pertama kali kamu memanggilku ‘sayang’. Kamu tau? Aku merasa menjadi perempuan paling beruntung di dunia ini. Bagaimana tidak? Setiap kali aku lelah, kamulah yang pertama kali menyiapkan bahu untuk tempatku bersandar. Ketika jenuh datang, kamu menghampiri dan menghilangkan kejenuhan itu. Saat aku marah, kamu dengan penuh pengertian mau memahamiku dan tanpa kuminta, kamu redakan amarah yang menggelak dalam dadaku.
Ah, betapa manis hubungan yang kita jalani lebih dari tiga tahun ini.
Dan besok aku akan mengabarkan kabar gembira padamu. Ya, kabar yang kupastikan kamu akan terkejut mendengarnya. Kabar yang membuat kita bahagia. Bahagia? Adakah yang lebih membahagiakan selain menikah denganmu? Mendampingimu setiap waktu. Aku semakin tak sabar menyampaikan kabar membahagiakan ini padamu.
Dan hari itu tiba..
Seperti biasa ,kamu menyambutku dengan senyum menawan. Aku tidak perlu menunggu hujan, sebab senyummu sudah cukup untuk meneduhkanku. Dan aku pun tak perlu menunggu datangnya sinar rembulan, untuk menyampaikan kabar membahagiakan ini.
Kamu ingat? Aku menyampaikannya dengan semangat. Dengan mata berbinar dan perasaan yang menggebu.
“Aku ingin kamu meminangku.”
Tapi tiba-tiba..
Senyummu yang tadi merekah kini menghilang sekejab. Wajahmu tak lagi menyungging senyum. Wajahmu memerah. Tersipukah? Tidak. Kamu marah. Ya, dengan sekuat tenaga kamu kepalkan tangan dan menghempaskannya ke udara. Kenapa? Kenapa?
Dan kamu menjawab dengan nada tegas. Kamu mengatakan bahwa kamu tidak ingin menikahiku. Kamu hanya ingin bersenang-senang denganku. Dan kamu mengakui bahwa hubungan ini tak lebih hanya sekadar pertemanan biasa.
Taukah kamu bagaimana perasaanku saat itu? Hancur. Ya, impian yang selama ini aku bangun telah hancur dalam sekejab. Bila tidak berniat menikahiku, lantas mengapa kamu memberi perhatian padaku? Bahkan kamu memanggilku ‘sayang’, kamu bilang bahwa kamu ingin selalu bersamaku. Sebenarnya, mau dibawa kemana hubungan kita?
Airmataku percuma saja bagimu. Akupun berusaha menerima keputusanmu meski rasa sakit ini tak tertahankan. Aku pulang dengan perasaan hancur.
Lalu aku mengadukan semua masalah ini kepada sahabatku. Sahabat yang paling semangat menasehatiku agar aku menjauhimu. Sahabat yang karenamu, aku menjadi membencinya. Karena aku anggap bahwa dia hanya iri melihat kebersamaan kita. Tapi hari itu aku adukan semua itu padanya. Dengan lembut dia menyeka airmataku. Aku masih terisak. Dia berkata padaku dengan tenang bahwa aku harus mengikhlaskan. Mengikhlaskanmu? Semudah itu?
Dia mengatakan bahwa hubungan yang aku jalani denganmu selama ini adalah salah di mata Allah. Allah? Ya Allah..
Dia menjelaskan padaku, bahwa perempuan dan laki-laki harus menjaga pergaulan. Tidak boleh berduaan bahkan tidak boleh bercampur baur antara laki-laki dan perempuan. Bahwa pacaran adalah aktivitas yang mendekati zina. Dan Allah telah jelas melarangnya. Awalnya aku sulit, sangat sulit melupakanmu. Tapi kau tahu apa yang membuatku dengan mudah melupakanmu?
Rabbku. Dialah Allah SWT. Rabbku lah yang menjadikan aku kuat. Dan hari ini telah kusaksiskan, bahwa hidupku berubah setelah kau meninggalkanku. Aku berhijrah. Aku kembali kepada jalan yang semestinya ditempuh oleh seluruh umat muslim. Aku mengkaji Islam dan perlahan menyampaikannya kepada orang lain. Aku mengenakan pakaian syar’i dengan balutan jilbab dan kerudung.
Aku sadar, bahwa aku telah jauh dari Allah. Aku sadar, bahwa aku tak boleh bermain-main dengan api. Ya, dengan api perasaan. Sebab bila aku teroda oleh rayuan gombal lelaki, maka aku akan dengan mudahnya digiring pada lubang kemaksiatan. Dosa semakin menumpuk, pahala pun kalah timbangan. Dan kelak di akhirat, bagaimana aku membela diri di hadapan Allah?
Tidak. Aku sudah berhijrah. Aku akan memanfaatkan waktuku di dunia dengan sebaik mungkin.Dengan menjadikan seluruh aktivitasku bernilai ibadah. Menghadirkan ruh, yakni kesadaran akan hubunganku dengan Allah di setiap aktivitas yang kulakoni.
Tanpa pacaran, aku lebih terjaga
Tanpa meladeni laki-laki modus, aku lebih khusyu’ beribadah
Tanpa mengumbar perhatian ke lawan jenis, iffah dan izzahku akan terjaga
Dan tak lupa, aku selalu berlindung kepada pemilik jiwaku, Allah. Agar aku terhindar dari godaan syaithan yang mengajakku kembali ke dunia kelam. Aku berdoa kepada Allah, agar kelak aku dipertemukan dengan belahan jiwaku dengan cara yang dibenarkan oleh syari’at. Dan untuk saat ini, akan aku pantaskan diri dengan bersungguh-sungguh mendekatkan diriku kepada Allah dan mencari ilmu untuk bekal membangun keluarga sakinnah,mawaddah, dan warahmah.
***