Banyak ahli pengembangan diri dan manajemen yang berpendapat tentang visi. Semuanya berpendapat, sesuai dengan namanya, visi atau vision, bermakna pandangan, mimpi dan cita-cita. Tentunya, mewakili sesuatu yang besar pada saat nanti, jauh ke depan. Visi merupakan rencana besar yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu, bisa jadi 10 tahun atau lebih. Oleh karenanya, ciri khas pernyataan visi adalah (1). Senantiasa berorientasi ke depan; (2). Lepas dari kondisi saat visi itu di buat; (3). Berdasarkan ideologi/keyakinan yang dimiliki; (4). Memberikan semangat dan sekaligus tantangan untuk mewujudkannya; (5). Memiliki kebermanfaatan baik untuk diri sendiri dan juga sekitar; (6). Berstandar tinggi; (7). Unik, berbeda dengan yang lain; (8). Ada sisi ambisi untuk merealisasikannya.
Dapat dipahami bahwa visi adalah gambaran masa depan tentang kita (pembuat visi). Akan menjadi apa kita dalam 10, 15, 20, 30 tahun ke depan. Secara ekstrim, ingin berapa puluh ribu atau juta orang yang melayat, mendoakan dan menyalati jenazah kita, itu bagian dari visi. Habit ke dua, ala Stephen Covey “Begin with the end in mind” (mulai dari tujuan akhir), mengajarkan pada kita, ingin seperti apa akhir hayat, maka itu ditentukan oleh kegiatan sekarang. Dalam bahasa hadist, Rasulullah saw mengingatkan bahwa akhir kehidupan (khawatim) adalah penentu kualitas amalan kita. “Innamal amalu min khawatim”. Husnul atau suul khatimah bergantung pada akhir kehidupan kita.
Dalam satu hadist panjang, Rasulullah saw mengingatkan kepada kita mengenai amalan tergantung akhir. Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi berkata bahwa Nabi saw pernah melihat ada yang membunuh orang-orang musyrik dan ia merupakan salah seorang prajurit muslim yang gagah berani. Namun anehnya beliau saw malah berujar, “Siapa yang ingin melihat seorang penduduk neraka, silakan lihat orang ini.”
Kontan seorang sahabat menguntitnya hingga prajurit tadi terluka. Prajurit itu tidak bersabar dengan lukanya. Ia ingin segera mati karena tak kuat menahan sakit. Lalu serta merta, ia ambil ujung pedangnya dan ia letakkan di dadanya, lantas ia hunjamkan hingga menembus di antara kedua lengannya.
Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh ada seorang hamba yang menurut pandangan orang banyak mengamalkan amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka. Sebaliknya ada seorang hamba yang menurut pandangan orang melakukan amalan-amalan penduduk neraka, namun berakhir dengan menjadi penghuni surga. Sungguh amalan itu dilihat dari akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6493).
Dalam riwayat lain disebutkan, “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6607). Az-Zarqani dalam Syarh Al-Muwatha’ menyatakan bahwa amalan akhir manusia itulah yang jadi penentu dan atas amalan itulah akan dibalas. Siapa yang beramal jelek lalu beralih beramal baik, maka ia dinilai sebagai orang yang bertaubat. Sebaliknya, siapa yang berpindah dari iman menjadi kufur, maka ia dianggap murtad.
Sering kita melihat papan visi dan misi di perusahaan, kantor pemerintah, sekolah atau kampus. Sesungguhnya, papan tersebut bukanlah penghias atau formalitas supaya institusi atau kantor tersebut dianggap keren. Tidak demikian. pernyataan visi dan misi itu adalah energi. Kekuatan yang dapat mendorong siapapun yang menjadi bagian dari institusi tersebut untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Sehingga wajib sesungguhnya seluruh personil tanpa terkecuali membaca, mengetahui dan menginternalisasi pernyataan visi dan misi tempat ia bekerja.
Dalam konteks pribadi, visi dan misi bisa disepertikan dengan niat. Setiap perbuatan harus diawali niat. Tidak ada perbuatan berkualitas yang tidak berniat. Rasulullah saw mengingatkan,
“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya” (HR. Bukhari, Muslim).
Imam Bukhari menyebutkan hadits ini di awal kitab shahihnya sebagai mukadimah kitabnya, di sana tersirat bahwa setiap amal yang tidak diniatkan karena mengharap Wajah Allah adalah sia-sia, tidak ada hasil sama sekali baik di dunia maupun di akhirat.
Al Mundzir menyebutkan dari Ar Rabi’ bin Khutsaim, ia berkata, “Segala sesuatu yang tidak diniatkan mencari keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla, maka akan sia-sia”.
Selain niat, visi dan misi merupakan doa terhadap kondisi ideal yang kita harapkan. Tidak ada salahnya bila kita berdoa atas perbuatan yang akan dilakukan. Meminta kepada Allah Swt agar dilancarkan dalam proses penggapaian cita-cita tersebut. Oleh karena itu, visi dan misi, karena ia adalah niat dan doa, maka sewajibnya harus hal yang baik. Visi dan misi yang menambah ketakwaan, amal shalih dan sekaligus untuk kepentingan jangka panjang, long term, tidak hanya dunia, namun menembus batas waktu hingga akhirat. Maka di sisa usia kita, bila kita masih belum memiliki cita-cita yang spesifik dalam hidup di dunia dan di akhirat, maka saat ini adalah waktu yang tepat untuk memulai menetapkan visi terbaik kita untuk dunia dan akhirat. Wallahu’alam bi shawwab