Ramadhan tahun 2021 ini adalah Ramadhan kesekian yang kita temui. Alhamdulillah atas disampaikan usia kita dengan Ramadhan. Setiap momen bulan suci selalu menghadirkan cerita, situasi dan pengalaman berbeda. Seiring dengan itu, bertambah pula usia kita. Hingga ajal semakin dekat.
Mari kita cermati surat Ar-Rum ayat 54 berikut.
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.
Saat bayi, kita terlahir sangat lemah. Memerlukan bantuan orang tua. Kemudian, kita tumbuh berkembang hingga kita menjadi kuat, lebih kuat daripada orang tua yang dulu membantu kita. Lalu pada ujungnya nanti, kita akan kembali lemah saat usia senja menghela.
Dalam surat Ar-Rum ayat 54 ini, Allah menginformasikan kepada kita bahwa ada tiga fase yang pasti kita lalui, yaitu fase kanak-kanak, dewasa, dan tua. Allah menciptakan kita di awal dalam kondisi lemah dan nanti akan kembali lemah. Tidak ada manusia yang kuat permanen, selamanya. Dia akan kembali pada situasi semula. Lahir tidak membawa apa-apa, tak berdaya dan di akhir nanti pun apa-apa tidak akan dibawa.
Dalam konteks Ramadhan saat ini, seandainya kita masih berada di fase kuat, maka betul-betul kita harus memanfaatkannya. Begitupula saat kita berada di fase lemah. Harus kita gunakan sebaik-baiknya. Tidak ada jaminan dan tidak ada yang bisa memberikan jaminan kita akan bertemu Ramadhan di tahun 2022. Banyak hal dapat terjadi di kurun 12 bulan.
Untuk Ramadhan kali ini pun, kurang lebih begitu. Ada yang segar bugar di bulan Januari, tiba-tiba pada bulan Maret 2021, ia tewas kecelakaan bis pariwisata. Dan banyak contoh serupa yang dapat dijadikan gambaran, betapa sehat atau sakit bukanlah syarat untuk memperpanjang atau memperpendek usia.
Karenanya, tidak ada alasan bagi kita untuk berleha-leha, membiarkan Ramadhan kali ini berlalu begitu saja. Fokus pada banyak aktivitas kebaikan yang dapat dilakukan di bulan tersebut. Iya, Ramadhan akan selalu datang tiap tahun, pada semua generasi manusia berjaman-jaman hingga akhir nanti saat Sangkakala ditiup. Tapi dalam konteks diri kita, usia terus bertambah, metabolisme tubuh semakin menurun, penyakit kronis semakin betah bersarang di tubuh kita, dan kain kafan tengah di tenun.
Tidak perlu kita menggunakan mistar ukur orang lain untuk mengukur sukses atau banyaknya aktivitas dalam mengisi Ramadhan. Cukup jadikan Ramadhan kemarin sebagai mistar ukur untuk Ramadhan kali ini. Bila tahun lalu, kita hanya sanggup membaca satu surat, maka Ramadhan kali ini harus di target paling sedikit dua surat. Bila tahun lalu, kita tidak itikaf, maka tahun ini harus itikaf minimal satu malam. Bila tahun lalu, itikafnya hanya membaca Al-Quran, maka tahun ini harus ditambah dengan membaca tafsir, berdzikir dan ditambah infak pada malam-malam itikaf. Begitu seterusnya. Biasakan membuat rencana dan fokus terhadap pelaksanaan rencana itu. Buat daftar aktivitas yang akan kita lakukan. Lengkap dengan hukuman bila ia tidak dilakukan. Misalnya, hukumannya adalah memberikan infak Rp. 10.000 setiap kita lalai menjalankan rencana pada hari tersebut. Lalai dzikir pagi, infak Rp. 10.000. Lalai Dhuha, infak Rp. 10.000, dan seterusnya.
Salah satu kunci memaksa diri kita khusyu’ dalam ibadah di bulan Ramadhan adalah dengan membayangkan atau menganggap seakan-akan usia kita hanya sampai akhir Ramadhan. Seolah-olah ini adalah Ramadhan terakhir. Demikian pula dengan shalat. Jika ingin khusyu’, kita harus merasa bahwa ini adalah shalat terakhir kita. Dengan demikian, kita semakin mempersiapkan diri dengan kedatangan Malaikat Maut. Apakah takut jika ini Ramadhan terakhir kita? Harus takut. Dengan takut itu, kita bukan menjauhi Allah Swt, namun harus mendekat. Perlu semakin dekat kepada Zat Pencipta kita. Seraya berdoa semoga diberikan keistiqamahan, diberikan kesempatan untuk bertobat dengan sebenar-benarnya tobat dan diwafatkan secara husnul khatimah. Marhaban Ya Ramadhan. Wallahu’alam bishshawwab