MENIKMATI RUANG TUNGGU

0
313

Life is waiting. Hidup adalah menunggu. Begitu salah satu tagline film lawas fenomenal yang dibintangi Tom Hanks dan Catherine Zetta Jones, The Terminal. Saya menyepakati itu. Hidup sejatinya menunggu kapan kita akan kembali kepada pencipta kita, Allah SWT. Hanya karena banyak sekali permainan di dunia, mengakibatkan waktu menunggu ini tidak terasa. Tiba-tiba setengah abad kita berada. 

Padahal kualitas kehidupan kita standar saja. Memiliki sedikit tabungan, kendaraan roda dua, atau empat yang dibeli second, rumah tipe sederhana, dan penghasilan yang cukup untuk beberapa hari ke depan. Ruang tunggu yang kita tempati begitu sangat nyaman. Apalagi jika kualitas hidup yang kita miliki sangat tinggi. Rumah megah, kendaraan mewah berikut sopir, rekening bank yang berisi uang tidak berseri. Saya yakin kecepatan hidup akan berkali-kali lipat.

Selain karena banyak “permainan” yang menjadi cara membunuh waktu di dunia, waktu “menunggu” kita habiskan dengan terus mengejar keinginan, cita-cita, target dan ambisi. Kata-kata motivasi, “Jika saya bisa membeli pesawat jet ini, Anda pun pasti bisa” memberikan dorongan untuk terus berlari, mengejar uang dan keinginan, hingga akhirnya tersadar, waktu menunggu bersisa beberapa saat lagi. Allah pun lalu memanggil kita. Entah kita siap atau tidak.

Kita tidak sabar menunggu karena kita tidak menikmati momen menunggu tersebut. Selain itu, kita ingin segera mendapatkan apa yang kita inginkan. Jika menunggu itu diumpamakan antrian panjang, kita ingin menyalip apapun caranya. Ketidaksabaran ini yang mengakibatkan kita bertanya dan bertanya, “Kapan kita berhasil? Kapan kita mendapatkan uangnya? Kapan ujian ini akan berakhir?” dan sejumlah tanya “kapan” dan “kapan”. Padahal seluruh masalah di dunia itu mengikuti sifat dunia dalam kefanaannya. Tidak ada yang kekal, termasuk masalah. Ia akan terlewati sebesar apapun masalah itu. 

Keinginan kitalah yang mengakibatkan seluruh proses penantian ingin segera terlewati dengan cepat. Ibarat seorang mahasiswa semester awal yang ingin cepat lulus dan bekerja saat itu juga. Padahal secara logika bagaimana mungkin dengan bekal beberapa semester awal ia dapat bekerja secara optimal. Karena kita tidak mampu menikmati proses menunggu tersebut. 

Sekali lagi, dunia ini ibarat ruang tunggu. Menunggu untuk dijemput pulang ke akhirat. Kita tidak pernah merasa sedang menunggu, jangan-jangan ruang tunggu ini menjadi “mainan” asyik yang mengalihkan apa yang tengah kita tunggu. Tidak sedikit, saat detik-detik “penjemputan”, kita takut, enggan pulang. Sementara ajal tidak mungkin dimundurkan dan mustahil dimajukan. 

Refleksi yang dapat kita ambil adalah ruang tunggu “dunia” ini cepat atau lambat akan kita lalui. Jenuh menunggu karena ketidaksabaran kita mendapatkan hasil yang sudah kita tetapkan dan pasti kita dapatkan, meski itu sebatas angan-angan. Ketetapan manusia tidak ada yang absolut. Hanya ketetapan Allah Swt sajalah yang dapat seketika terjadi sesuai dengan kehendakNya. Sayangnya, kita mencoba mengatur Allah Swt sesuai dengan keinginan kita sendiri. Bosan menunggu karena kita tidak menikmati rasanya menunggu. Dalam menunggu banyak aktivitas yang kita lewatkan. Dalam konsep mindfulness, terkadang kita harus menikmati segala hal. Nafas, desiran angin, suara derik meja, langkah kaki, hingga suara jam dan jantung kita. Melihat awan, jendela, pohon atau dinding. Mencium aroma tanah terkena air hujan, parfum dan harum masakan. Betapa kita tidak pernah bertasbih, memuliakan Allah Swt atas nikmat indera yang Allah Swt anugerahkan.  Padahal seluruh ciptaan Allah Swt tengah bertasbih menyebut asma Allah Swt dalam setiap bunyi dan gerakannya. Tidak perlu kita terburu-buru menyudahi satu urusan yang memang tidak perlu disudahi secara instan. Menikmati ruang tunggu bagaimana kita mengikuti alur proses, menikmati setiap lekuk proses tersebut hingga tak sadar kita mencapai titik akhir, dan jemputan itu menghampiri kita. Meninggalkan ruang tunggu yang selama ini kita ada di sana. Wallahu’alam bishshawwab

SHARE
Previous articleMemandang Dunia dengan Sederhana
Next articleSLOWING LIVING DAN PENCAPAIAN DUNIA
mm
Penulis adalah penggiat literasi, sekaligus pendidik. Doktor bidang Ilmu Pendidikan ini memiliki visi memberdayakan pendidikan dengan pola pikir Islam. Bermoto Allah dulu, Allah lagi dan Allah terus. Hidup untuk Yang Maha Hidup.